Mengganti PR dengan Cerita: Inovasi Pengajaran Bahasa Lewat Dongeng di Peru

Di banyak tempat, pekerjaan rumah atau PR masih menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas sekolah. Namun, di beberapa sekolah dasar di wilayah pegunungan Peru, pendekatan ini telah diubah secara radikal. Alih-alih memberi PR dalam bentuk latihan soal atau hafalan, guru di sana menggantinya dengan satu tugas sederhana: bercerita. situs slot gacor Lewat program inovatif ini, siswa diminta membuat dan menceritakan dongeng setiap minggunya sebagai bagian dari pembelajaran bahasa.

Langkah ini muncul sebagai respons terhadap rendahnya minat baca dan tulis di daerah-daerah terpencil, sekaligus sebagai upaya menghidupkan kembali tradisi lisan yang selama ini menjadi bagian penting dari budaya Andes.

Dongeng sebagai Alat Literasi

Alih-alih mengerjakan soal tata bahasa atau menjawab pertanyaan pilihan ganda, siswa diminta untuk merangkai kisah — bisa berupa cerita rakyat, pengalaman pribadi yang dibuat magis, atau kisah rekaan yang mereka ciptakan sendiri. Dongeng tersebut kemudian dibacakan atau diceritakan kembali di kelas, biasanya dalam bentuk kelompok atau forum kecil.

Metode ini tidak hanya membantu murid memahami struktur bahasa secara alami, tetapi juga memperluas kosakata, memperbaiki kemampuan narasi, serta menumbuhkan rasa percaya diri. Dalam banyak kasus, anak-anak yang semula pendiam dan pasif di kelas berubah menjadi komunikator aktif saat mereka menceritakan kisahnya.

Menjembatani Bahasa Ibu dan Bahasa Nasional

Wilayah Andes Peru banyak dihuni oleh masyarakat Quechua dan Aymara yang sehari-hari menggunakan bahasa ibu dalam kehidupan mereka. Lewat dongeng, pengajaran bahasa nasional Spanyol menjadi lebih mudah didekati karena siswa dapat memulai cerita dalam bahasa lokal lalu menerjemahkannya secara bertahap ke dalam bahasa Spanyol.

Proses ini membuat pembelajaran menjadi lebih inklusif dan menghormati identitas kultural murid, tanpa menekan mereka untuk segera meninggalkan bahasa asli mereka.

Menghidupkan Tradisi Lisan

Program ini juga berdampak pada komunitas yang lebih luas. Orang tua dan kakek-nenek kerap dilibatkan dalam proses mendongeng, baik sebagai sumber cerita maupun pendengar. Cerita-cerita rakyat yang hampir terlupakan kini kembali diceritakan dan direkam dalam buku kecil hasil tulisan tangan siswa.

Kegiatan ini memulihkan hubungan antar generasi dan mengubah pendidikan menjadi kegiatan keluarga yang menyenangkan. Cerita menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara rumah dan sekolah.

Dampak pada Psikologi dan Kreativitas Anak

Berbeda dari tekanan yang sering muncul dari PR konvensional, tugas membuat dongeng dirasakan murid sebagai kegiatan menyenangkan. Mereka merasa bebas mengekspresikan imajinasi, tanpa takut salah. Rasa ingin tahu mereka meningkat karena cerita teman-temannya selalu membuka kemungkinan dunia baru yang menarik untuk dijelajahi.

Kreativitas yang tumbuh dalam proses ini terbukti membawa dampak pada mata pelajaran lain. Anak-anak menjadi lebih percaya diri dalam menyampaikan gagasan, lebih sabar mendengar, dan lebih sensitif terhadap cara menyampaikan pesan.

Pendidikan yang Lebih Personal dan Kontekstual

Dengan menghapus PR dalam bentuk standar dan menggantinya dengan cerita, sekolah-sekolah di Peru tidak hanya mengubah cara belajar bahasa, tetapi juga menata ulang filosofi belajar itu sendiri. Pendidikan dilihat sebagai ruang untuk menumbuhkan manusia seutuhnya—bukan sekadar tempat mengukur kemampuan akademik.

Dongeng menjadi sarana pendidikan yang tidak hanya melatih kognisi, tetapi juga menyentuh emosi, budaya, dan relasi sosial murid. Metode ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan kontekstual, pendidikan bisa lebih efektif dan bermakna.